Pages

Minggu, 16 November 2014

Audit Forensik : Makhluk Apa Itu??


Makna Forensik

Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.

Menurut Editor in chief dari Journal of Forensic Accounting D. Larry Crumbley bahwa “secara sederhana dapat dikatakan, bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administratif”. Secara makro cakupan audit forensik meliputi investigasi kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham, masalah gangguan usaha (business interupstions)/jenis lain dan klaim assuransi, maupun business/employee fraud investigation.

Berkaitan dengan istilah fraud dalam judul tersebut dapat dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang etika dan kepatutan/abuse

Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistim hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud.

Menurut Centre of International Crime Prevention/CICP dan UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP) mengelompokkan dalam 10 bentuk korupsi yaitu (i) Pemalsuan/Fraud, (ii) Penyuapan/Bribery, (iii) Penggelapan/Emblezzlement, (iv) Komisi/Commision, (v) Pemerasan/Extortion, (vi) Pilih kasih/Favoritism, (vii) Penyalahgunaan wewenang/Abuse of Discretion, (viii) Nepotisme/Nepotism, (ix) Bisnis orang dalam/Insider Trading, dan (x) Sumbangan Illegal/Illegal contribution.

Audit investigasi-forensik

Audit investigasi/forensik dapat merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional, audit kinerja yang memuat adanya indikasi KKN dengan konsekuensi terjadinya kerugian keuangan negara, namun demikian audit investigasi dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai berita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat.

Meskipun merupakan audit yang bersifat khusus, namun demikian teknologi atau metodologi auditnya dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku dengan menggunakan teknik audit yang sifatnya eksploratif melalui (i) Pengujian terhadap fisik/physical examination yang meliputi penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya, (ii) Meminta konfirmasi /confirmation dalam investigasi bahwa tindakan konfirmasi harus dikolaborasi-padukan dengan sumber lain/substained, (iii) Mengaudit dokumen atau buril /documentation termasuk dokumen digital, electrical dan lainnya.

Teknik audit selanjutnya adalah (iv) Reviu yang sifatnya analitis/analytical review yaitu teknik menjawab terjadinya kesenjangan atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, (v) Meminta informasi lisan atau tertulis dari pihak yang diaudit/inquiry of the auditee untuk mendukung masalah, (vi) Menghitung kembali/reperformance yang mana penggunaan teknik ini dilakukan dengan menguji kebenaran perhitungan (perkalian, pembagian, penambahan, pengurangan) dalam rangka memberikan jaminan atas kebenaran secara aritmatikal, (vii) Mengamati/observation ini lebih menggunakan intuisi auditor terhadap kemungkinan adanya hal-hal yang disembunyikan.

Theodorus M. Tuanakotta menyampaikan beberapa kondisi yang bisa mengidentifikasikan risiko terjadinya kecurangan yaitu lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian; Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumberdaya; Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan; Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi; Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas; Informasi yang salah atau membingungkan, dan pengalaman audit atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.

Seperti telah disinggung dalam uraian tersebut bahwa audit ini tidak sama dengan pelaksanaan audit secara umum, audit forensik lebih menekankan pada hal-hal atau tindakan yang diluar kewajaran atau diluar kebiasaan maupun yang seringkali dikatakan pengecualian maupun keanehan (exception, addities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada hal-hal yang sifatnya normatif yaitu kesalahan (error) dan keteledoran (ommisions) seperti audit umumnya. Dapat dikatakan bahwa audit forensik merupakan suatu metodologi dan pendekatan khusus dalam menilisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya fraud yang dapat digunakan dalam proses litigasi.

Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan Negara, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundangan yang dikangkangi, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian yang ditimbulkan, dan alat bukti perkara sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud.

Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak pidana fraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat bukti yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti tersebut pada uraian diatas dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinya fraud maupun salah tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan keyakinan hakim pengadilan.

Prosedur audit forensik utamanya ditekankan pada analisis laporan /analytical review dan teknik wawancara mendalam/in depth interview walaupun demikin masih juga tetap menggunakan teknis audit secara umum pengecekan fisik, rekonsiliasi dan konfirmasi. Audit forensik difokuskan pada area tertentu yang telah dipindai atau didugatengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang pihak ketiga/tip off atau petunjuk terjadinya kecurangan/red flags, maupun dengan petunjuk lainnya.

Audit forensik biasa dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu auditor (i) memperoleh informasi awal fraud, (ii) memperoleh informasi tambahan bila diperlukan, (ii) melakukan analisis layak tidaknya diinvestigasi dari data yang tersedia, (iii) Menciptakan dan mengembangkan hipotesis-hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis, (iv) Melakukan pengujian terhadap hipotesis, (v) memperbaiki maupun mengubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian, (vi) mengumpulkan bukti-bukti fraud; (vii) evaluasi bukti-bukti, (viii) menyusun laporan LHF. Teknologi auditnya dapat memilih menggunakan (i) Melakukan audit fisik forensik, (ii) Melakukan konfirmasi atas hasil forensik, (iii) Audit buril atau dokumen yang terkait dengan kasus yang diforensik, (iv) Melakukan reviu secara analitikal atas kasus yang diforensik, (v) Meminta informasi lisan maupun tertulis atas kasus yang diforensik, (vii) Melakukan perhitungan ulang atas kasus forensik (reperformance), dan (viii) Melakukan pengamatan kasus forensik (observation).

Kertas Kerja Investigasi (KKI) didokumentasikan secara baik. KKI berisi catatan, analisis, simpulan terhadap pelaksanaan/pelaksanaan investigasi yang menyangkut (i) penyimpangan dan penyebabnya; (ii) pengujian yang telah dilaksanakan, (iii) Bukti informasi yang diperoleh, (iv) hasil wawancara dan Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), (v) Gambaran tentang modus operandi; dan (vi) simpulan audit investigasi dan rekomendasi.

Laporan audit forensik yang utama adalah memuat informasi benar tidaknya fraud yang dipindai terjadi dengan dukungan barang bukti maupun alat bukti yang memadai sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Laporan dimaksud nara sumber hanya menyebutkan simpulan benar tidaknya fraud telah terjadi.

Standar kompetensi seorang auditor meliputi bidang kemampuan untuk mencegah dan mendeteksi fraud (kecurangan), kemampuan melaksanakan audit forensik, kemampuan memberikan pernyataan secara keahlian dan kemampuan melaksanakan penghitungan kerugian keuangan dan penelusuran asset. Kadar pemahaman dan kemampuan keahlian tersebut utamanya terhadap penguasaan bidang-bidang dimaksud diatas, dalam upaya untuk mempersiapkan pelaksanaan tugas sebagai pemberi keterangan ahli (litigator) saat penanganan kasus tersebut masuk proses hukum di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).

Selain hal tersebut, juga berkaitan erat dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam menggali informasi penting melalui komunikasi dan wawancara baik pada saat pelaksanaan audit maupun saat memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum litigasi (litigation). Auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang tidak lengkap. Sehingga auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpegang teguh pada standar audit dan kode etik, serta memperhatikan kerangka hukum formal yang berlaku, sehingga tidak menjadi boomerang dikemudian hari.

Dalam standar audit antara lain ditetapkan bahwa “audit dilaksanakan oleh auditor yang memiliki keahlian melaksanakan audit yang dibuktikan dengan sertifikat”. Dalam Modul Etika dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP bahwa pemilihan tenaga auditor perlu memperhatikan (i) idealnya tim audit terdiri dari orang-orang yang memahami budaya kegiatan/kebiasaan organisasi yang sedang diselidiki, (ii) tenaga auditor adalah orang-orang yang terlatih dan mengerti ilmu audit/akuntan, dan (iii) dipilih secara obyektif, tidak ada pilih kasih agar hasil audit maksimal

Selain mengacu pada ketentuan tersebut, auditor forensik harus memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified Fraud Examiner (CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud Examiner (CFr.E) untuk sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri. Dengan sertifikasi tersebut menunjukkan seseorang dimaksud telah mempunyai kemampuan khusus atau spesialis dalam mencegah dan memberantas kejahatan perbankan atau fraud lainnya. Sertifikat CFE maupun CFr.E merupakan wujud sebuah pengakuan dengan standar tertinggi yang memiliki keahlian dalam semua aspek dari profesi anti fraud. Paling tidak sekurang-kurangnya seorang auditor forensik memiliki bekal kapabilitas kompetensi yang bersumber dari lembaga yang memiliki kapasitas dan akreditasi dalam melegitimasi kualitas SDM auditor forensik melalui pendidikan dan pelatihan pengembangan kompetensi dan kapabilitas auditor untuk melaksanakan tugas audit forensik yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF). Untuk auditor investigasi layak dipertimbangkan untuk mendapatkan sertifikasi dimaksud.

Tuntutan atas kemampuan auditor forensik untuk melaksanakan tugas harus didukung dengan kemampuan akademis (i) memiliki dasar akuntansi dan audit yang kuat, (ii) Mengenal perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behavior), (iii) Pengetahuan aspek pendorong terjadinya fraud (incentives, pressure, attitude, rationalization, opportunities), (iv) Pengetahuan tentang hukum dan perundangan terkait standar bukti keuangan dan bukti hukum, (v) Pengetahuan kriminologi dan viktimologi (profiling), (vi) Pengetahuan terhadap pengendalian internal dan, (vii) Kemampun “berfikir seperti pencuri” /think as a theft maupun kemampuan lain yang relevan. Semakin lengkap kemampuan auditor akan semakin lancar dalam pelaksanaan tugasnya.
 

Kode Etik Auditor : antara Konsep dan Kenyataan


Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu :
  1. Prinsip Etika, disahkan oleh Kongkres
  2. Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
  3. Interpretasi Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan
 
Prinsip Pertama : Tanggung Jawab Profesi
·         Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
·         Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
·         Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
·         Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
·         Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib
·         Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
·         Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.  
Prinsip Ketiga : Integritas
·         Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
·         Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
·         Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
·         Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.  
Prinsip Keempat : Obyektivitas
·         Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
·         Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.  
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:

A. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka memoriam tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
B. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
C. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
D. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
E. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
F. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda

Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
·         Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
·         Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.
- Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.

b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten.

Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

Prinsip Keenam : Kerahasiaan
a.       Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
 
b.      Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
 
c.       Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
d.      Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
 
e.       Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
 
f.       Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
·         - Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.  
Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation of Accountants (IFA), badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Penyimpangan Perilaku dalam Audit yang sering terjadi dalam kenyatannya
Penyimpangan perilaku auditor adalah proses, cara perbuatan menyimpang atau sikap, tindak diluar ukuran (kaidah) yang berlaku. Dimana seorang auditor dalam menjalankan profesinya menyimpang dari aturan atau standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Auditor dikatakan bersalah apabila dalam melaksanakan tugasnya (penugasan audit) tidak sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tugasnya. Dalam praktiknya di lapangan beberapa auditor menerima dan melakukan penyimpangan terhadap kode etik dan standar auditing. Penyimpangan terhadap standar auditing merupakan tindakan penyimpangan perilaku dalam audit yang dapat mempengaruhi audit yang dilakukan.
Menurut Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003) dalam jurnal Yuke Irawati dan Thio Anastasia PetronilaMukhlasin (2005) mengungkapkan bahwa jenis-jenis penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor adalah:
1.      Melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya (under-reporting of audit time). Tindakan ini dilakukan auditor dengan cara mengerjakan program audit dengan menggunakan waktu personal atau pribadi, dan tidak melaporkan waktu lembur yang digunakan dalam pengerjaan program audit.
2.      Perilaku yang mempengaruhi kualitas audit secara langsung adalah merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures)
3.      Penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature sigining-off of audit steps without completion of the procedure), gagal memahami prinsip-prinsip akuntansi, melakukan review dokumen yang dangkal, serta menerima penjelasan lemah dari klien.”
 
Dengan mengetahui penyimpangan yang dilakukan oleh auditor yaitu berupa melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya hal ini berpengaruh pada salah satu prinsip profesionalisme dimana seorang auditor tidak bersikap jujur dan terus terang dalam menjalin hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya dalam batasan kerahasiaan objek pemeriksaan, selain itu juga auditor melakukan penyimpangan berupa merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan yang dimana dalam hal ini auditor tidak mematuhi perilaku profesional yang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku serta standar teknis dalam melaksanakan jasa auditing, atestasi dan review yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), serta melakukan penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dimana seorang auditor tidak memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu


 
sumber :

Pro-Kontra terhadap Kenaikan Harga BBM

 
Rencana akan adanya kenaikan harga BBM pada pemerintahan Jokowi menimbulkan banyak pro-kontra. Pemerintah belum resmi mengumumkan kenaikan harga BBM. Namun gejolak sosial sudah mulai terasa di sejumlah daerah di Tanah Air.

Sejumlah daerah seperti contohnya di Makasar telah terjadi tindak anarkis akibat demo kenaikan harga BBM. Membakar ban, membawa poster, berorasi hingga menyegel mobil tangki pengisi BBM. Di lain waktu unjuk rasa sering kali berakhir ricuh. Ironisnya bukan hanya mahasiswa yang melakukan kekerasan tapi sejumlah oknum polisi pun terpancing. Jurnalis pun menjadi sasaran amuk polisi.

Sejumlah warga mulai menyerbu SPBU untuk mengisi penuh tangki bensinnya. Ada kecurigaan situasi ini dimanfaatkan oknum untuk menimbun BBM dan selanjutnya dijual nanti pada saat harga BBM telah naik.

Selain adanya kontra, disisi lain pendapat pro juga ada dalam rencana kenaikan harga BBM, contohnya seperti pendapat Deputi Gubernur Bank Indonesia berikut ini :

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pemerintah sebaiknya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara langsung. Menurut Perry, meski ada pro kontra di balik keputusan tersebut, namun menaikkan secara langsung akan memberikan kepastian dan menghindari spekulasi berlebihan.

            Harga sejumlah kebutuhan bahan pokok juga mulai melambung tinggi seiring dengan munculnya wacana kenaikan harga BBM. Namun Presiden Jokowi nampaknya tetap bersikeras akan menaikkan harga BBM.
Alasannya selama ini BBM subsidi justru dinikmati oleh kalangan atas sebesar 71 persen. Anggaran untuk subsidi BBM terbesar yaitu Rp 142, 8 triliun, Rp 115,4 triliun untuk infrastruktur dan hanya Rp 44 triliun untuk subsidi kesehatan.
 

Sumber :
http://news.liputan6.com/read/2134601/pro-dan-kontra-rencana-kenaikan-bbm
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/14/184505026/BI.Kenaikan.Harga.BBM.Sebaiknya.Langsung

 
Komentar :

Dari berbagai pro-kontra rencana kenaikan harga BBM tersebut saya sebagai mahasiswa kurang setuju dengan kenaikan harga BBM tersebut, karena kenaikan harga BBM tersebut akan menambah beban rakyat miskin, mereka akan semakin menderita dengan kenaikan harga BBM tersebut. Naiknya harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya juga. Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali dan meninjau kembali apakah rencana untuk menaikkan harga BBM tersebut merupakan keputusan yang sudah benar-benar tepat atau tidak.


Cara Membuat Offset Departemen pada Akuntansi Perbankan



Offset departemen terdiri dari :

01 OD Personalia        è  transaksi gaji, administrasi,dll

02 OD Umum             è  membeli perlengkapan, peralatan, tanah, dll

03 OD Giro                 è  untuk mencatat transaksi giro

04 OD Deposito          è  untuk mencatat transaksi deposito

05 OD Tabungan        è  untuk mencatat transaksi tabungan

06 OD Loan                è  untuk pinjaman

07 OD CIS                  è  untuk transaksi kas

08 OD Sundries          è  untuk kliring, SBPU, SBPM

09 OD Transfer           è  untuk transaksi rekening antar kantor

Contoh soal :

1.      Hari ini bapak Tukul merasa gembira karena ia mendapatkan uang tunai sebesar Rp 900.000 yang merupakan honor menyanyi di salah satu tv, namun karena ia orang yang baik hati dan rajin menabung, ia menyisihkan uangnya sebesar Rp 900.000 untuk ditabungkan.
Jawab :
     Jurnal Umum

           Kas                           Rp 900.000

                        Tabungan                                Rp 900.000

 

Jurnal Offset


            07   Kas                           Rp 900.000

                        OD Tabungan                         Rp 900.000

 

                   OD CIS                    Rp 900.000

            05            Tabungan                                Rp 900.000



Penjelasan :

      Dalam mebuat offset departemen yang harus diperhatikan pertama kali adalah kode-kode offset departemen karena dalam setiap transaksi memiliki kodenya masing-masing. Setelah membuat jurnal umum kemudian membuat jurnal offset, dalam membuat jurnal offset yang harus dilakukan adalah pada bagian “kredit” terlebih dahulu yang diberi kode “OD” Kemudian angka diletakkan pada jurnal yang tidak diberi kode OD. Pada contoh di atas nomor OD untuk kas adalah 07, maka letakkan nomor 07 pada kas dan letakkan OD pada Tabungan. Kemudian setelah itu letakkan OD pada OD CIS (CIS adalah untuk kas) kemudian nomor OD untuk tabungan adalah 05, maka letakkan nomor 05 pada tabungan.

Minggu, 16 November 2014

Audit Forensik : Makhluk Apa Itu??


Makna Forensik

Audit forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi, auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”. Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada permasalahan hukum.

Menurut Editor in chief dari Journal of Forensic Accounting D. Larry Crumbley bahwa “secara sederhana dapat dikatakan, bahwa akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan atau proses peninjauan judisial atau administratif”. Secara makro cakupan audit forensik meliputi investigasi kriminal, bantuan dalam konteks perselisihan pemegang saham, masalah gangguan usaha (business interupstions)/jenis lain dan klaim assuransi, maupun business/employee fraud investigation.

Berkaitan dengan istilah fraud dalam judul tersebut dapat dimaknai sebagai serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan, penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang etika dan kepatutan/abuse

Audit investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit investigasi merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistim hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud.

Menurut Centre of International Crime Prevention/CICP dan UN Office for Drug Control and Crime Prevention (UN-ODCCP) mengelompokkan dalam 10 bentuk korupsi yaitu (i) Pemalsuan/Fraud, (ii) Penyuapan/Bribery, (iii) Penggelapan/Emblezzlement, (iv) Komisi/Commision, (v) Pemerasan/Extortion, (vi) Pilih kasih/Favoritism, (vii) Penyalahgunaan wewenang/Abuse of Discretion, (viii) Nepotisme/Nepotism, (ix) Bisnis orang dalam/Insider Trading, dan (x) Sumbangan Illegal/Illegal contribution.

Audit investigasi-forensik

Audit investigasi/forensik dapat merupakan pengembangan lebih lanjut atas hasil audit operasional, audit kinerja yang memuat adanya indikasi KKN dengan konsekuensi terjadinya kerugian keuangan negara, namun demikian audit investigasi dapat juga didasarkan indikasi kerugian yang tertayang sebagai berita dalam media massa maupun dalam laporan atau pengaduan masyarakat.

Meskipun merupakan audit yang bersifat khusus, namun demikian teknologi atau metodologi auditnya dapat menggunakan teknik audit secara umum sesuai dengan standar audit yang berlaku dengan menggunakan teknik audit yang sifatnya eksploratif melalui (i) Pengujian terhadap fisik/physical examination yang meliputi penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya, (ii) Meminta konfirmasi /confirmation dalam investigasi bahwa tindakan konfirmasi harus dikolaborasi-padukan dengan sumber lain/substained, (iii) Mengaudit dokumen atau buril /documentation termasuk dokumen digital, electrical dan lainnya.

Teknik audit selanjutnya adalah (iv) Reviu yang sifatnya analitis/analytical review yaitu teknik menjawab terjadinya kesenjangan atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, (v) Meminta informasi lisan atau tertulis dari pihak yang diaudit/inquiry of the auditee untuk mendukung masalah, (vi) Menghitung kembali/reperformance yang mana penggunaan teknik ini dilakukan dengan menguji kebenaran perhitungan (perkalian, pembagian, penambahan, pengurangan) dalam rangka memberikan jaminan atas kebenaran secara aritmatikal, (vii) Mengamati/observation ini lebih menggunakan intuisi auditor terhadap kemungkinan adanya hal-hal yang disembunyikan.

Theodorus M. Tuanakotta menyampaikan beberapa kondisi yang bisa mengidentifikasikan risiko terjadinya kecurangan yaitu lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian; Pemisahan tugas yang tidak jelas, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumberdaya; Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan; Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi; Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas; Informasi yang salah atau membingungkan, dan pengalaman audit atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.

Seperti telah disinggung dalam uraian tersebut bahwa audit ini tidak sama dengan pelaksanaan audit secara umum, audit forensik lebih menekankan pada hal-hal atau tindakan yang diluar kewajaran atau diluar kebiasaan maupun yang seringkali dikatakan pengecualian maupun keanehan (exception, addities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada hal-hal yang sifatnya normatif yaitu kesalahan (error) dan keteledoran (ommisions) seperti audit umumnya. Dapat dikatakan bahwa audit forensik merupakan suatu metodologi dan pendekatan khusus dalam menilisik kecurangan (fraud), atau audit yang bertujuan untuk membuktikan ada atau tidaknya fraud yang dapat digunakan dalam proses litigasi.

Upaya penajaman atas permasalahan dari audit investigasi melalui teknologi forensik, terutama untuk menguji bahan bukti audit yang bersifat khusus utamanya yang ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan yang memiliki indikasi merugikan keuangan Negara, modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, peraturan perundangan yang dikangkangi, kapan terjadinya kejadian, lokus kejadian, kerugian yang ditimbulkan, dan alat bukti perkara sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa. Tentunya runtutan kejadian perkara tersebut harus dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan (BAPK) dari pihak yang terkait dengan kejadian perkara dimaksud.

Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak pidana fraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat bukti yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti tersebut pada uraian diatas dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinya fraud maupun salah tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan keyakinan hakim pengadilan.

Prosedur audit forensik utamanya ditekankan pada analisis laporan /analytical review dan teknik wawancara mendalam/in depth interview walaupun demikin masih juga tetap menggunakan teknis audit secara umum pengecekan fisik, rekonsiliasi dan konfirmasi. Audit forensik difokuskan pada area tertentu yang telah dipindai atau didugatengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang pihak ketiga/tip off atau petunjuk terjadinya kecurangan/red flags, maupun dengan petunjuk lainnya.

Audit forensik biasa dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu auditor (i) memperoleh informasi awal fraud, (ii) memperoleh informasi tambahan bila diperlukan, (ii) melakukan analisis layak tidaknya diinvestigasi dari data yang tersedia, (iii) Menciptakan dan mengembangkan hipotesis-hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis, (iv) Melakukan pengujian terhadap hipotesis, (v) memperbaiki maupun mengubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian, (vi) mengumpulkan bukti-bukti fraud; (vii) evaluasi bukti-bukti, (viii) menyusun laporan LHF. Teknologi auditnya dapat memilih menggunakan (i) Melakukan audit fisik forensik, (ii) Melakukan konfirmasi atas hasil forensik, (iii) Audit buril atau dokumen yang terkait dengan kasus yang diforensik, (iv) Melakukan reviu secara analitikal atas kasus yang diforensik, (v) Meminta informasi lisan maupun tertulis atas kasus yang diforensik, (vii) Melakukan perhitungan ulang atas kasus forensik (reperformance), dan (viii) Melakukan pengamatan kasus forensik (observation).

Kertas Kerja Investigasi (KKI) didokumentasikan secara baik. KKI berisi catatan, analisis, simpulan terhadap pelaksanaan/pelaksanaan investigasi yang menyangkut (i) penyimpangan dan penyebabnya; (ii) pengujian yang telah dilaksanakan, (iii) Bukti informasi yang diperoleh, (iv) hasil wawancara dan Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), (v) Gambaran tentang modus operandi; dan (vi) simpulan audit investigasi dan rekomendasi.

Laporan audit forensik yang utama adalah memuat informasi benar tidaknya fraud yang dipindai terjadi dengan dukungan barang bukti maupun alat bukti yang memadai sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Laporan dimaksud nara sumber hanya menyebutkan simpulan benar tidaknya fraud telah terjadi.

Standar kompetensi seorang auditor meliputi bidang kemampuan untuk mencegah dan mendeteksi fraud (kecurangan), kemampuan melaksanakan audit forensik, kemampuan memberikan pernyataan secara keahlian dan kemampuan melaksanakan penghitungan kerugian keuangan dan penelusuran asset. Kadar pemahaman dan kemampuan keahlian tersebut utamanya terhadap penguasaan bidang-bidang dimaksud diatas, dalam upaya untuk mempersiapkan pelaksanaan tugas sebagai pemberi keterangan ahli (litigator) saat penanganan kasus tersebut masuk proses hukum di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).

Selain hal tersebut, juga berkaitan erat dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam menggali informasi penting melalui komunikasi dan wawancara baik pada saat pelaksanaan audit maupun saat memberikan keterangan ahli di pengadilan saat proses hukum litigasi (litigation). Auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang tidak lengkap. Sehingga auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpegang teguh pada standar audit dan kode etik, serta memperhatikan kerangka hukum formal yang berlaku, sehingga tidak menjadi boomerang dikemudian hari.

Dalam standar audit antara lain ditetapkan bahwa “audit dilaksanakan oleh auditor yang memiliki keahlian melaksanakan audit yang dibuktikan dengan sertifikat”. Dalam Modul Etika dan Fraud dalam audit yang dikeluarkan Pusdiklat BPKP bahwa pemilihan tenaga auditor perlu memperhatikan (i) idealnya tim audit terdiri dari orang-orang yang memahami budaya kegiatan/kebiasaan organisasi yang sedang diselidiki, (ii) tenaga auditor adalah orang-orang yang terlatih dan mengerti ilmu audit/akuntan, dan (iii) dipilih secara obyektif, tidak ada pilih kasih agar hasil audit maksimal

Selain mengacu pada ketentuan tersebut, auditor forensik harus memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified Fraud Examiner (CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud Examiner (CFr.E) untuk sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri. Dengan sertifikasi tersebut menunjukkan seseorang dimaksud telah mempunyai kemampuan khusus atau spesialis dalam mencegah dan memberantas kejahatan perbankan atau fraud lainnya. Sertifikat CFE maupun CFr.E merupakan wujud sebuah pengakuan dengan standar tertinggi yang memiliki keahlian dalam semua aspek dari profesi anti fraud. Paling tidak sekurang-kurangnya seorang auditor forensik memiliki bekal kapabilitas kompetensi yang bersumber dari lembaga yang memiliki kapasitas dan akreditasi dalam melegitimasi kualitas SDM auditor forensik melalui pendidikan dan pelatihan pengembangan kompetensi dan kapabilitas auditor untuk melaksanakan tugas audit forensik yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF). Untuk auditor investigasi layak dipertimbangkan untuk mendapatkan sertifikasi dimaksud.

Tuntutan atas kemampuan auditor forensik untuk melaksanakan tugas harus didukung dengan kemampuan akademis (i) memiliki dasar akuntansi dan audit yang kuat, (ii) Mengenal perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behavior), (iii) Pengetahuan aspek pendorong terjadinya fraud (incentives, pressure, attitude, rationalization, opportunities), (iv) Pengetahuan tentang hukum dan perundangan terkait standar bukti keuangan dan bukti hukum, (v) Pengetahuan kriminologi dan viktimologi (profiling), (vi) Pengetahuan terhadap pengendalian internal dan, (vii) Kemampun “berfikir seperti pencuri” /think as a theft maupun kemampuan lain yang relevan. Semakin lengkap kemampuan auditor akan semakin lancar dalam pelaksanaan tugasnya.
 

Kode Etik Auditor : antara Konsep dan Kenyataan


Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu :
  1. Prinsip Etika, disahkan oleh Kongkres
  2. Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
  3. Interpretasi Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan
 
Prinsip Pertama : Tanggung Jawab Profesi
·         Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
·         Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
·         Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
·         Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
·         Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib
·         Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
·         Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.  
Prinsip Ketiga : Integritas
·         Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
·         Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
·         Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
·         Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.  
Prinsip Keempat : Obyektivitas
·         Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
·         Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.  
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:

A. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka memoriam tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
B. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
C. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
D. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
E. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka.
F. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda

Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
·         Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
·         Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.
- Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.

b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten.

Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.

Prinsip Keenam : Kerahasiaan
a.       Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
 
b.      Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
 
c.       Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
d.      Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
 
e.       Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
 
f.       Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
·         - Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.  
Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia (IAI), International Federation of Accountants (IFA), badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Penyimpangan Perilaku dalam Audit yang sering terjadi dalam kenyatannya
Penyimpangan perilaku auditor adalah proses, cara perbuatan menyimpang atau sikap, tindak diluar ukuran (kaidah) yang berlaku. Dimana seorang auditor dalam menjalankan profesinya menyimpang dari aturan atau standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Auditor dikatakan bersalah apabila dalam melaksanakan tugasnya (penugasan audit) tidak sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tugasnya. Dalam praktiknya di lapangan beberapa auditor menerima dan melakukan penyimpangan terhadap kode etik dan standar auditing. Penyimpangan terhadap standar auditing merupakan tindakan penyimpangan perilaku dalam audit yang dapat mempengaruhi audit yang dilakukan.
Menurut Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003) dalam jurnal Yuke Irawati dan Thio Anastasia PetronilaMukhlasin (2005) mengungkapkan bahwa jenis-jenis penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor adalah:
1.      Melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya (under-reporting of audit time). Tindakan ini dilakukan auditor dengan cara mengerjakan program audit dengan menggunakan waktu personal atau pribadi, dan tidak melaporkan waktu lembur yang digunakan dalam pengerjaan program audit.
2.      Perilaku yang mempengaruhi kualitas audit secara langsung adalah merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures)
3.      Penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature sigining-off of audit steps without completion of the procedure), gagal memahami prinsip-prinsip akuntansi, melakukan review dokumen yang dangkal, serta menerima penjelasan lemah dari klien.”
 
Dengan mengetahui penyimpangan yang dilakukan oleh auditor yaitu berupa melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek dari pada waktu yang sebenarnya hal ini berpengaruh pada salah satu prinsip profesionalisme dimana seorang auditor tidak bersikap jujur dan terus terang dalam menjalin hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya dalam batasan kerahasiaan objek pemeriksaan, selain itu juga auditor melakukan penyimpangan berupa merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan yang dimana dalam hal ini auditor tidak mematuhi perilaku profesional yang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku serta standar teknis dalam melaksanakan jasa auditing, atestasi dan review yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), serta melakukan penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dimana seorang auditor tidak memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu


 
sumber :

Pro-Kontra terhadap Kenaikan Harga BBM

 
Rencana akan adanya kenaikan harga BBM pada pemerintahan Jokowi menimbulkan banyak pro-kontra. Pemerintah belum resmi mengumumkan kenaikan harga BBM. Namun gejolak sosial sudah mulai terasa di sejumlah daerah di Tanah Air.

Sejumlah daerah seperti contohnya di Makasar telah terjadi tindak anarkis akibat demo kenaikan harga BBM. Membakar ban, membawa poster, berorasi hingga menyegel mobil tangki pengisi BBM. Di lain waktu unjuk rasa sering kali berakhir ricuh. Ironisnya bukan hanya mahasiswa yang melakukan kekerasan tapi sejumlah oknum polisi pun terpancing. Jurnalis pun menjadi sasaran amuk polisi.

Sejumlah warga mulai menyerbu SPBU untuk mengisi penuh tangki bensinnya. Ada kecurigaan situasi ini dimanfaatkan oknum untuk menimbun BBM dan selanjutnya dijual nanti pada saat harga BBM telah naik.

Selain adanya kontra, disisi lain pendapat pro juga ada dalam rencana kenaikan harga BBM, contohnya seperti pendapat Deputi Gubernur Bank Indonesia berikut ini :

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pemerintah sebaiknya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara langsung. Menurut Perry, meski ada pro kontra di balik keputusan tersebut, namun menaikkan secara langsung akan memberikan kepastian dan menghindari spekulasi berlebihan.

            Harga sejumlah kebutuhan bahan pokok juga mulai melambung tinggi seiring dengan munculnya wacana kenaikan harga BBM. Namun Presiden Jokowi nampaknya tetap bersikeras akan menaikkan harga BBM.
Alasannya selama ini BBM subsidi justru dinikmati oleh kalangan atas sebesar 71 persen. Anggaran untuk subsidi BBM terbesar yaitu Rp 142, 8 triliun, Rp 115,4 triliun untuk infrastruktur dan hanya Rp 44 triliun untuk subsidi kesehatan.
 

Sumber :
http://news.liputan6.com/read/2134601/pro-dan-kontra-rencana-kenaikan-bbm
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/14/184505026/BI.Kenaikan.Harga.BBM.Sebaiknya.Langsung

 
Komentar :

Dari berbagai pro-kontra rencana kenaikan harga BBM tersebut saya sebagai mahasiswa kurang setuju dengan kenaikan harga BBM tersebut, karena kenaikan harga BBM tersebut akan menambah beban rakyat miskin, mereka akan semakin menderita dengan kenaikan harga BBM tersebut. Naiknya harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya juga. Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali dan meninjau kembali apakah rencana untuk menaikkan harga BBM tersebut merupakan keputusan yang sudah benar-benar tepat atau tidak.


Cara Membuat Offset Departemen pada Akuntansi Perbankan



Offset departemen terdiri dari :

01 OD Personalia        è  transaksi gaji, administrasi,dll

02 OD Umum             è  membeli perlengkapan, peralatan, tanah, dll

03 OD Giro                 è  untuk mencatat transaksi giro

04 OD Deposito          è  untuk mencatat transaksi deposito

05 OD Tabungan        è  untuk mencatat transaksi tabungan

06 OD Loan                è  untuk pinjaman

07 OD CIS                  è  untuk transaksi kas

08 OD Sundries          è  untuk kliring, SBPU, SBPM

09 OD Transfer           è  untuk transaksi rekening antar kantor

Contoh soal :

1.      Hari ini bapak Tukul merasa gembira karena ia mendapatkan uang tunai sebesar Rp 900.000 yang merupakan honor menyanyi di salah satu tv, namun karena ia orang yang baik hati dan rajin menabung, ia menyisihkan uangnya sebesar Rp 900.000 untuk ditabungkan.
Jawab :
     Jurnal Umum

           Kas                           Rp 900.000

                        Tabungan                                Rp 900.000

 

Jurnal Offset


            07   Kas                           Rp 900.000

                        OD Tabungan                         Rp 900.000

 

                   OD CIS                    Rp 900.000

            05            Tabungan                                Rp 900.000



Penjelasan :

      Dalam mebuat offset departemen yang harus diperhatikan pertama kali adalah kode-kode offset departemen karena dalam setiap transaksi memiliki kodenya masing-masing. Setelah membuat jurnal umum kemudian membuat jurnal offset, dalam membuat jurnal offset yang harus dilakukan adalah pada bagian “kredit” terlebih dahulu yang diberi kode “OD” Kemudian angka diletakkan pada jurnal yang tidak diberi kode OD. Pada contoh di atas nomor OD untuk kas adalah 07, maka letakkan nomor 07 pada kas dan letakkan OD pada Tabungan. Kemudian setelah itu letakkan OD pada OD CIS (CIS adalah untuk kas) kemudian nomor OD untuk tabungan adalah 05, maka letakkan nomor 05 pada tabungan.