Pages

Senin, 28 Desember 2015

Akuntansi Lingkungan

Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Pada pertengahan tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional (The International Accounting Standards Committee/IASC) mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional, termasuk di dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Di samping itu, standar industri juga semakin berkembang dan auditor profesional seperti the American Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang audit lingkungan (environmental audits).

Badan Lingkungan Hidup Jepang (The Environmental Ageency) yang kemudian berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup (Ministry of Environment) mengeluarkan panduan akuntansi lingkungan (environmental accounting guidelines) pada bulai Mei tahun 2000. Panduan ini kemudian disempurnakan lagi pada tahun 2002 dan 2005. Semua perusahaan di Jepang diwajibkan menerapkan akuntansi lingkungan. Perusahaan-perusahaan besar Jepang mulai menempatkan posisi akuntansi lingkungan (environmental accounting) sederajat dengan akuntansi keuangan. Kini semakin banyak perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntansi lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan dan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.

Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara berkelanjutan.
Penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan mendorong kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit).
Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan (environmental protection).
Beberapa alasan kenapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan untuk mengadopsi akuntansi lingkungan sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain: memungkinkan untuk mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan, memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan, diharapkan menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses lingkungan yang diinginkan dan memungkinkan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat.

Guna mencapai keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan, maka pertama dan utama sekali yang perlu diperhatikan manajemen perusahaan adalah adanya kesesuaian antara evaluasi yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Langkah kedua, menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berdampak pada lingkungan perusahaan serta menyusun suatu perencanaan untuk mengurangi dampak lingkungan. Langkah ketiga, memilih alat ukur yang sesuai dalam menentukan persoalan lingkungan. Langkah keempat, melakukan penilaian administrasi untuk menetapkan target di masing-masing segmen. Langkah kelima, menghasilkan segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing divisi perusahaan. Langkah keenam, melakukan pengujian dimasing-masing devisi. Langkah terakhir adalah melakukan telaah kinerja. Pada telaah kinerja diharapkan dapat menghasilkan segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi manajemen lingkungan dimasing-masing divisi.

Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan mampun non-keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:
“Fungsi penting akuntansi lingkungan adalah untuk menyajikan biaya-biaya lingkungan bagi para stakeholders perusahaan, yang mampu mendorong pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan, perusahaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”.
Badan Perlindungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (EPA) menambahkan lagi bahwa istilah akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua dimensi utama. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan secara menyeluruh (dalam hal ini disebut dengan istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sistem akuntansi lingkungan terdiri atas lingkungan akuntansi konvensional dan akuntansi ekologis. Akuntansi lingkungan konvensional mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam sitilah-istilah keuangan. Sedangkan akuntansi ekologis mencoba untuk mengukur dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan, tetapi pengukuran dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi dalam kilogram, pemakaian energi dalam kilojoules, dll), akan tetapi standar pengukuran yang digunakan bukan dalam bentuk satuan keuangan.
Sedangkan lingkup akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu perusahaan baik secara nasional maupun regional. Bagian kedua berkaitan dengan akuntansi lingkungan untuk perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya.

Pada dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus mengikuti beberapa faktor berikut, antara lain:
1.   Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan uang).
2.   Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
3. Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan nilai satuan uang/rupiah).


Gambar Keterkaitan Masing-masing Faktor. Sumber: Ministry of the Environment Japan, 2005: Environmental Accounting Guidelines.


Fungsi dan peran akuntansi lingkungan
Fungsi dan peran akuntansi lingkngan dibagi ke dalam dua bentuk yaitu:
1.   Fungsi Internal
Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan. Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan setiap kebijakan internal perusahaan. Sebagaimana hanya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengukur biaya konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan akuntansi lingkungan berfungsi sebagai alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan dengan unit-unit bisnis.

2.   Fungsi Eksternal
Fungsi ekternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi tersebut harus tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomis dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara yang rasional.

SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional.
Pada fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan mereka hasil yang diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap sumber tersebut.
Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara semultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari kegiatan konservasi lingkungan.

Gambar Keterkaitan antara Perusahaan dan Masyarakat
Sumber: Ministry of the Envionment Japan, 2005. Environmental Accounting Guidelines.



Disarikan dari buku Akuntansi Lingkungan & Pengungkapannya, oleh Arfan Ikhsan, Graha Ilmu, 2008. - See more at: http://keuanganlsm.com/peran-dan-fungsi-akuntansi-lingkungan/#sthash.NPHKduxL.dpuf



Asimetri Informasi

        Asimetri Informasi Menurut Jogiyanto (2008) asimetri informasi adalah informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja (informed investor). Asimetri informasi dapat terjadi di pasar modal ketika salah satu pelaku pasar modal memliki informasi yang lebih dibandingkan pelaku pasar yang lainnya. Adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh pelaku pasar berdampak buruk bagi kelangsungan kinerja di pasar modal. Dalam efisiensi pasar yang di dasarkan pada proses dinamik mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena informasi tidak simetris tersebut. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran informasi ini dilakukan secara cepat sehingga sehingga informasi menjadi simetris, yaitu setiap pelaku pasar memiliki informasi ini. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar yang menerima informasi tepat pada waktunya, sebagian menerima informasi dengan terlambat dan sisanya mungkin tidak menerima informasi sama sekali. Kemungkinan lain dari kondisi ini adalah pemilik informasi memang tidak berniat 14 untuk menyebarkan informasinya untuk kepentingan mereka sendiri. Kondisi seperti ini yaitu sebagian pelaku pasar mempunyai informasi dan sebagian tidak mempunyainya disebut dengan informasi yang tidak simetris (Information Asymmetric). Mereka yang mempunyai akses privat terhadap informasi menggunakannya untuk bertransaksi disebut dengan insider-trader.

William R Scott dalam bukunya Financial Accounting Theory (2003) membagi asimetri informasi menjadi dua jenis, yaitu:
1.   Adverse Selection
Adalah tipe dari asimetri informasi yang mana satu atau lebih dari praktisi pasar melakukan suatu transaksi bisnis atau transaksi yang potensial, memiliki suatu informasi yang bermanfaat dibandingkan praktisi pasar yang lainnya. Tipe ini juga menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu resiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait dengan arus informasi di pasar modal. Pada tipe ini, pihak yang merasa memiliki informasi yang lebih sedikit dibanding pihak lain tidak akan mau untuk melakukan perjanjian dengan pihak lain tersebut apapun bentuknya, dan jika tetap melakukan perjanjian, dia akan membatasi dengan kondisi yang sangant ketat dan biaya yang sangat tinggi. Contohnya, adalah kemungkinan konflik yang terjadi antara orang dalam (manajer) dengan orang luar (pihak investor). Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi yang lebih dibanding investor, misalnya dengan menyembunyikan, menyamarkan, 15 memanipulasi informasi yang diberikan pada investor. Akibatnya, investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan, atau membeli saham perusahaan dengan sangat rendah.

2.   Moral Hazard
Adalah tipe dari asimetri informasi yang mana satu atau lebih dari praktisi pasar melakukan suatu transaksi bisnis atau transaksi yang potensial, dapat mengawasi tindakannya dalam penyelesaian dari suatu transaksi tetapi praktisi lainnya tidak. Hal ini terjadi karena manajer melakukan tindakan tanpa sepengetahuan pemilik untuk kepentingan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Akibatnya perusahaan akan menanggung biaya yang timbul karena adanya ketidakseimbangan informasi yang diperoleh.



Sumber dari jurnal http://e-journal.uajy.ac.id/3097/3/2EA16403.pdf



GCG (Good Corporate Governance)

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik / Good Corporate Governance (GCG) adalah struktur dan mekanisme yang mengatur pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun pemangku kepentingan.

Prinsip Prinsip GCG
Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut:

Transparency (Keterbukaan Informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.

Accountability (Akuntabilitas)
Yang dimaksud akuntabilitas adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

Responsibility (Pertanggungjawaban)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders-nya.

Indepandency (Kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi factor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Mencermati prinsip-prinsip GCG di atas, rasanya tidak sulit mencari benang merah hubungan antara GCG dengan CSR. Prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics.


Disarikan dari Buku: Membedah Konsep & Aplikasi CSR, penulis: Yusuf Wibisono, penerbit: Fascho Publishing, 2007, bab 1, halaman: 8-13

- See more at: http://keuanganlsm.com/gcg-dan-hubungannya-dengan-csr/#sthash.TItSXCr1.dpuf




Senin, 28 Desember 2015

Akuntansi Lingkungan

Konsep akuntansi lingkungan mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Pada pertengahan tahun 1990-an komite standar akuntansi internasional (The International Accounting Standards Committee/IASC) mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi internasional, termasuk di dalamnya pengembangan akuntansi lingkungan dan audit hak-hak azasi manusia. Di samping itu, standar industri juga semakin berkembang dan auditor profesional seperti the American Institute of Certified Public Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang audit lingkungan (environmental audits).

Badan Lingkungan Hidup Jepang (The Environmental Ageency) yang kemudian berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup (Ministry of Environment) mengeluarkan panduan akuntansi lingkungan (environmental accounting guidelines) pada bulai Mei tahun 2000. Panduan ini kemudian disempurnakan lagi pada tahun 2002 dan 2005. Semua perusahaan di Jepang diwajibkan menerapkan akuntansi lingkungan. Perusahaan-perusahaan besar Jepang mulai menempatkan posisi akuntansi lingkungan (environmental accounting) sederajat dengan akuntansi keuangan. Kini semakin banyak perusahaan di Jepang sudah menerapkan akuntansi lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan dan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.

Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara berkelanjutan.
Penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan mendorong kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit).
Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan (environmental protection).
Beberapa alasan kenapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan untuk mengadopsi akuntansi lingkungan sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain: memungkinkan untuk mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan, memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan, diharapkan menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses lingkungan yang diinginkan dan memungkinkan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat.

Guna mencapai keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan, maka pertama dan utama sekali yang perlu diperhatikan manajemen perusahaan adalah adanya kesesuaian antara evaluasi yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Langkah kedua, menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berdampak pada lingkungan perusahaan serta menyusun suatu perencanaan untuk mengurangi dampak lingkungan. Langkah ketiga, memilih alat ukur yang sesuai dalam menentukan persoalan lingkungan. Langkah keempat, melakukan penilaian administrasi untuk menetapkan target di masing-masing segmen. Langkah kelima, menghasilkan segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing divisi perusahaan. Langkah keenam, melakukan pengujian dimasing-masing devisi. Langkah terakhir adalah melakukan telaah kinerja. Pada telaah kinerja diharapkan dapat menghasilkan segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi manajemen lingkungan dimasing-masing divisi.

Akuntansi Lingkungan (Environmental Accounting atau EA) merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan mampun non-keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:
“Fungsi penting akuntansi lingkungan adalah untuk menyajikan biaya-biaya lingkungan bagi para stakeholders perusahaan, yang mampu mendorong pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan, perusahaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”.
Badan Perlindungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (EPA) menambahkan lagi bahwa istilah akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua dimensi utama. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan secara menyeluruh (dalam hal ini disebut dengan istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sistem akuntansi lingkungan terdiri atas lingkungan akuntansi konvensional dan akuntansi ekologis. Akuntansi lingkungan konvensional mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam sitilah-istilah keuangan. Sedangkan akuntansi ekologis mencoba untuk mengukur dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan, tetapi pengukuran dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi dalam kilogram, pemakaian energi dalam kilojoules, dll), akan tetapi standar pengukuran yang digunakan bukan dalam bentuk satuan keuangan.
Sedangkan lingkup akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu perusahaan baik secara nasional maupun regional. Bagian kedua berkaitan dengan akuntansi lingkungan untuk perusahaan-perusahaan dan organisasi lainnya.

Pada dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus mengikuti beberapa faktor berikut, antara lain:
1.   Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan uang).
2.   Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
3. Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan nilai satuan uang/rupiah).


Gambar Keterkaitan Masing-masing Faktor. Sumber: Ministry of the Environment Japan, 2005: Environmental Accounting Guidelines.


Fungsi dan peran akuntansi lingkungan
Fungsi dan peran akuntansi lingkngan dibagi ke dalam dua bentuk yaitu:
1.   Fungsi Internal
Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan. Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan setiap kebijakan internal perusahaan. Sebagaimana hanya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengukur biaya konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan akuntansi lingkungan berfungsi sebagai alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan dengan unit-unit bisnis.

2.   Fungsi Eksternal
Fungsi ekternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi tersebut harus tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomis dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara yang rasional.

SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional.
Pada fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan mereka hasil yang diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap sumber tersebut.
Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara semultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari kegiatan konservasi lingkungan.

Gambar Keterkaitan antara Perusahaan dan Masyarakat
Sumber: Ministry of the Envionment Japan, 2005. Environmental Accounting Guidelines.



Disarikan dari buku Akuntansi Lingkungan & Pengungkapannya, oleh Arfan Ikhsan, Graha Ilmu, 2008. - See more at: http://keuanganlsm.com/peran-dan-fungsi-akuntansi-lingkungan/#sthash.NPHKduxL.dpuf



Asimetri Informasi

        Asimetri Informasi Menurut Jogiyanto (2008) asimetri informasi adalah informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja (informed investor). Asimetri informasi dapat terjadi di pasar modal ketika salah satu pelaku pasar modal memliki informasi yang lebih dibandingkan pelaku pasar yang lainnya. Adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh pelaku pasar berdampak buruk bagi kelangsungan kinerja di pasar modal. Dalam efisiensi pasar yang di dasarkan pada proses dinamik mempertimbangkan distribusi informasi yang tidak simetris dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena informasi tidak simetris tersebut. Pasar dikatakan efisien jika penyebaran informasi ini dilakukan secara cepat sehingga sehingga informasi menjadi simetris, yaitu setiap pelaku pasar memiliki informasi ini. Harga dari informasi adalah mahal dan terdapat akses yang tidak seragam antara pelaku pasar yang menerima informasi tepat pada waktunya, sebagian menerima informasi dengan terlambat dan sisanya mungkin tidak menerima informasi sama sekali. Kemungkinan lain dari kondisi ini adalah pemilik informasi memang tidak berniat 14 untuk menyebarkan informasinya untuk kepentingan mereka sendiri. Kondisi seperti ini yaitu sebagian pelaku pasar mempunyai informasi dan sebagian tidak mempunyainya disebut dengan informasi yang tidak simetris (Information Asymmetric). Mereka yang mempunyai akses privat terhadap informasi menggunakannya untuk bertransaksi disebut dengan insider-trader.

William R Scott dalam bukunya Financial Accounting Theory (2003) membagi asimetri informasi menjadi dua jenis, yaitu:
1.   Adverse Selection
Adalah tipe dari asimetri informasi yang mana satu atau lebih dari praktisi pasar melakukan suatu transaksi bisnis atau transaksi yang potensial, memiliki suatu informasi yang bermanfaat dibandingkan praktisi pasar yang lainnya. Tipe ini juga menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu resiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait dengan arus informasi di pasar modal. Pada tipe ini, pihak yang merasa memiliki informasi yang lebih sedikit dibanding pihak lain tidak akan mau untuk melakukan perjanjian dengan pihak lain tersebut apapun bentuknya, dan jika tetap melakukan perjanjian, dia akan membatasi dengan kondisi yang sangant ketat dan biaya yang sangat tinggi. Contohnya, adalah kemungkinan konflik yang terjadi antara orang dalam (manajer) dengan orang luar (pihak investor). Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi yang lebih dibanding investor, misalnya dengan menyembunyikan, menyamarkan, 15 memanipulasi informasi yang diberikan pada investor. Akibatnya, investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan, atau membeli saham perusahaan dengan sangat rendah.

2.   Moral Hazard
Adalah tipe dari asimetri informasi yang mana satu atau lebih dari praktisi pasar melakukan suatu transaksi bisnis atau transaksi yang potensial, dapat mengawasi tindakannya dalam penyelesaian dari suatu transaksi tetapi praktisi lainnya tidak. Hal ini terjadi karena manajer melakukan tindakan tanpa sepengetahuan pemilik untuk kepentingan pribadinya dan menurunkan kesejahteraan pemilik. Akibatnya perusahaan akan menanggung biaya yang timbul karena adanya ketidakseimbangan informasi yang diperoleh.



Sumber dari jurnal http://e-journal.uajy.ac.id/3097/3/2EA16403.pdf



GCG (Good Corporate Governance)

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik / Good Corporate Governance (GCG) adalah struktur dan mekanisme yang mengatur pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun pemangku kepentingan.

Prinsip Prinsip GCG
Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut:

Transparency (Keterbukaan Informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.

Accountability (Akuntabilitas)
Yang dimaksud akuntabilitas adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

Responsibility (Pertanggungjawaban)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders-nya.

Indepandency (Kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi factor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Mencermati prinsip-prinsip GCG di atas, rasanya tidak sulit mencari benang merah hubungan antara GCG dengan CSR. Prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics.


Disarikan dari Buku: Membedah Konsep & Aplikasi CSR, penulis: Yusuf Wibisono, penerbit: Fascho Publishing, 2007, bab 1, halaman: 8-13

- See more at: http://keuanganlsm.com/gcg-dan-hubungannya-dengan-csr/#sthash.TItSXCr1.dpuf