PPH PASAL 21
1. Pemgertian PPh Pasal 21
Adalah pajak yang dipotong oleh pemberi kerja atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri.
2. Berikut ini adalah
imbalan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri:
a)
Pegawai tetap, berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b)
Pegawai tidak tetap
atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
c)
Penerima pensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan lainnya
d)
Pemutusan hubungan
kerja dan penghasilan sehubungan dengna pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis.
e)
Bukan pegawai, antara
lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan.
f)
Peserta kegiatan,
antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah
atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan
nama apapun.
g)
Penghasilan berupa
natura dan/atau kenikmatan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Norma Penghitungan Khusus (deemed
profit).
3. Pemotong Pajak PPh
Pasal 21
a)
Pemberi kerja yang
terdiri dari orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang,
perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b)
Bendahara atau
pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada pemerintah
Pusat termasuk instansi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga, negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia dil luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
c) Dana
pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d) Orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar
e) Honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri,
termasuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
·
Honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak luar negeri.
·
Honorarium atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang.
f) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,
organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,
hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
4. Yang tidak termasuk
sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh
pasal 21 adalah :
a) Kantor
perwakilan Negara asing
b) Organisasi-organisasi
internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
c) Pemberi
kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
5. Wajib Pajak PPh 21
a) Pegawai
b) Penerima
uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
c) Bukan
pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan denga pekerjaan,
jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
·
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas,
yang terdir dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries,
penilai, dan aktuaris.
·
Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintsng sinteron, bintang iklan, sutradara, kru film,
foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
·
Olahragawan
·
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah,
penyuluh, dan moderator.
·
Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
·
Pemebri jasa dalam segala bidang termasuk
teknik computer dan sisitem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi, dan social serta pemebri jasa keapda suatu kepanitiaan.
·
Agen iklan
·
Pengawa atau pengelola proyek
·
Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau yang menjadi perantara.
·
Petugas penjaja barang dagangan
·
Petugas dinas luar asuransi
·
Distributor perusahaan
umtilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
d)
Peserta kegiatan yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
suatu kegiatan, antar alain meliputi :
e)
Peserta perlombaan
dalam sehala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
f) Peserta
rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja.
g) Peserta
atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.
h) Peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang.
i)
Peserta kegiatan lainnya.
6. Tidak termasuk Wajib
Pajak PPh Pasal 21
a) Pejabat
perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tesebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbale balik.
b) Pejabat
perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan ewarga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
7. Objek Pajak PPh Pasal
21
Penghasilan yang
dipotong adalah:
a)
Penghasilan yang
diterima atasu diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur.
b) Penghasilan
yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teatur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya.
c) Penghasilan
sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan
pensiun yang diterima secra sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, damn pembayaran lain
sejenis.
d) Penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e) Imbalan
kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f) Imbalan
kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan anma dan dalam bentuk apapun,
dan ombalan sejenis dengan nama apapun.
g) Penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh :
·
Bukan Wajib Pajak
·
Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau
·
Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
Berikut ini yang bukan merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 21:
a)
Pembayaran manfaat atau santunan asuransi
dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b)
Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dalam bentuk apng diberikan apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak
atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Norma Perhitungan
Khusus (deemed profit).
c)
Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan
hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja.
d)
Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia dan diterima oleh orang pribadi yag berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
e)
Beasiswa, yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·
penghasilan berupa
beasiswa yang diterima atau diperoleh WNI dari Wajib Pajak pemberi beasiswa
dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan atau informal di dalam negeri
maupun di luar negeri.
·
ketentuan beasiswa
tersebut tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa
dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa.
·
Komponen beasiswa
terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya
ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya
untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengna daerah
lokasi tempat belajar.
9. Tarif Pajak dan
Penerapannya untuk Wajib Pajak yang memiliki NPWP
a) Penghitungan Pemotongan PPh Terhadap
Penghasilan Pegawai Tetap
Ø Dengan
Gaji Bulanan
Contoh :
Sanusi pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Madju
dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp 100.000. Sanusi menikah tetapi belum mempunyai anak.
Penghitungannya sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 2.500.000
Pengurangan:
1) Biaya jabatan:
5% x Rp 2.500.000 Rp 125.000
2) Iuran pensiun Rp 100.000
Jumlah pengurangan (Rp 225.000)
Penghasilan netto sebulan Rp 2.275.000
Penghasilan netto setahun (12xRp 2.275.000) Rp 27.300.000
PTKP setahun
-untuk WP sendiri Rp
15.840.000
-tambahan WP kawin Rp
1.320.000
Jumlah PTKP (Rp
17.160.000)
Penghasilan Kena Pajak
setahun Rp 10.140.000
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 10.140.000 Rp 507.000
PPh pasal 21 sebulan Rp 507.000 : 12 Rp 42.250
Ø Dengan
gaji Mingguan dan Gaji Harian
Contoh:
Toni Wijaya pegawai pada perusahaan PT Samudra dengan
memperoleh gaji mingguan sebesar Rp 500.000 . Toni kawin dan mempunyai seorang
anak. PT Samudra masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
setiap bulan sebesar 1% dan 0,3% dari gaji. PT Samudra membayar iuran Jaminan
Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji dan Toni membayar iuran pensiun Rp
10.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji.
Penghitungannya
sebagai berikut :
Penghasilan sebulan
(4x500.000) Rp 2.000.000
Premi JKK (1%x2.000.000) Rp 20.000
Premi JKM (0.3%x2.000.000) Rp 6.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.026.000
Pengurangan
1) Biaya jabatan (5%x 2.026.000) Rp 101.300
2) Iuran pensiun Rp 10.000
3) Iuran JHT (2%x2.000.000) RP 40.000
Jumlah pengurangan (Rp
151.300)
Penghasilan netto
sebulan Rp 1.874.700
Penghasilan netto
setahun (12x1.874.700) Rp 22.496.400
PTKP
-untuk WP Rp
15.840.000
-tambahan karena menikah Rp 1.320.000
-tambahan seorang anak Rp 1.320.000
Jumlah PTKP (Rp 18.480.000)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 4.016.400
Pembulatan Rp 4.016.000
PPh Pasal 21 setahun 5%x4.016.000 Rp 243.050
PPh Pasal 21 sebulan (243.050 : 12) Rp 20.254
PPh Pasal 21 sehari (20.254 :26) Rp 779
b) Penerima Pensiun Berkala yang
Dibayarkan Secara Bulanan
Contoh :
Wijaya seorang pegawai yang sudah pensiun dengan dana
pensiun sebulan Rp 3.000.000. Wijaya sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
Perhitungannya sebagai berikut :
Pensiun sebulan Rp 3.000.000
Pengurangan :
Biaya pensiun 5% x 3.000.000 (Rp 150.000)
Penghasilan neto sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan netto setahun (12x2.850.000) Rp 34.200.000
PTKP
-untuk WP sendiri Rp 15.840.000
-tambahan karena menikah Rp 1.320.000
-tambahan untuk 2 anak Rp 2.640.000
Jumlah PTKP (Rp 19.800.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 setahun 5% x 14.400.000 Rp 720.000
PPh Pasal 21 sebulan 720.000 : 12 RP 60.000
c) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja
Lepas yang Dibayarkan secara Bulanan
Contoh :
Budi bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah
harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Maret 2009, Budi hanya bekerja 20
hari kerja dan upah sehari adalah Rp 120.000. Budi menikah tetapi belum
memiliki anak .
Penghitungan PPh sebagai berikut :
Upah Maret 2009 (20 x
120.000) Rp 2.400.000
Penghasilan neto
setahun (12 x 2.400.000) Rp 28.800.000
PTKP
-untuk WP sendiri Rp
15.840.000
-tambahan karena
menikah Rp 1.320.000
Jumlah PTKP (Rp
17.160.000)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 11.640.000
PPh Pasal 21 setahun
5% x 11.640.000 Rp 582.000
PPh Pasal 21 sebulan
(582.000:12) Rp 48.500
· Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan,
upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan
secara bulanan, tarof lapisan pertama Pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan atas :
a) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi
Rp 150.000 atau
b) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang
sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp 1.320.000
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp 6.000.000, PPh Pasal 21 dihitnung dengan menerapkan tarof
Pasal 17 UU PPh ataqs jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
· Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh diterapkan atas jumlah kumulatif dari
a)
Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperboleh bukan pegawai
(selain tenaga ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang
memenuhi ketentuan :
o Yang bersangkutan telah mempunyai NPWP
o Hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21
o Tidak memperoleh penghasilan lainnya.
o PPh Pasal 21 = (penghasilan bruto-PTKP) x
tarif Pasal 17 UU PPh
o Jika tidak memenuhi syarat maka PPh Pasal
21 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17
b)
50% dari jumlah penghasilan bruto yang
diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiridari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai,
dan aktuaris. PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan bruto) x tarif pasal 17
c)
Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium
atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota
dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
pada perusahaan yang sama. PPh Pasal 21 = penghasilan bruto x tariff Ps 17
d)
Jumlah penghasilan bruto berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai. PPh Pasal 21 = penghasilan
bruto x 17
e)
Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan
dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai,
dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. PPh
pasal 21= penghasilan bruto x tariff pasal 17
10. Tarif Pemotongan PPh Bagi
Penerima Penghasilan yang Tidak Punya NPWP
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 yang tidak memilikiNPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan
tarif lebih tinggi 20% daripada tariff yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh yang harus dipotong sebesar 120 %dari
jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan
memiliki NPWP. Pemotongan ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang
bersifat tidak final.
Uang Pesangon adalah penghasilan yang
dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja
kepada pegawai, dengna nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Dalam peraturan baru tersebut, ada
penyesuaian tarif PPh untuk uang pesangon, uang pensiun, tabungan hari tua, dan
jaminan hari tua dari perusahaan. Adapun tarif baru tersebut adalah sebagai
berikut:
a)
Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp. 50
juta, tarifnya 0%;
b)
Atas penghasilan bruto diatas Rp. 50 juta
sampai dengan Rp. 100 juta, tarifnya 5%;
c)
Atas penghasilan bruto diatas Rp. 100 juta
sampai dengan Rp. 500 juta, tarifnya 15%.
d)
Atas penghasilan bruto diatas Rp. 500 juta,
tarifnya 25%.
Sedangkan tarif PPh Pasal 21 atas
penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua ditentukan sebagai berikut:
a)
atas penghasilan bruto sampai dengan Rp. 50
juta, dikenakan tarif 0%;
b)
atas penghasilan bruto di atas Rp. 50 juta,
dikenakan tarif 5%.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
I. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
III. Tarif PPh Pasal 22
Atas impor :
Catatan: Pungutan
PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen, bersifat final. Atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
(angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian.
IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
V. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan
PPh Pasal 22
VI.Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPh Pasal 22
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah
pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal
23:
- badan pemerintah;
- Wajib Pajak badan dalam negeri;
- penyelenggaraan kegiatan;
- bentuk usaha tetap (BUT);
- perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya;
- Wajib
Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak.
2. Penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
- WP dalam negeri;
- BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
- 15 % dari jumlah bruto atas:
a) dividen, bunga, dan royalti;
b) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal
21.
- 15 % dari jumlah bruto dan
final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya
melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.
- 5% dari
perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta. Tarif,
perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah:
a) 15 % x 10 % dari jumlah bruto atas sewa
penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat.
b) 15 % x 30 % dari jumlah bruto atas sewa
lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).
- 15 % dari
perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa. Tarif, perkiraan
penghasilan neto dan objek imbalan jasa adalah:
a) 15 % x 30 % dari jumlah bruto imbalan
jasa teknik dan jasa manajemen dan jasa konsultan kecuali konsultansi kontruksi
b) 15% x 26 2/3% dari jumlah bruto (yang
dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang)
imbalan jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan konstruksi;
c) 15% x 30% dari jumlah bruto jasa
penilai, jasa aktuaris, jasa akuntasi, jasa perancang, jasa pengeboran (jasa
drilling) di bidang penambang minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap, jasa penunjang di bidang penambangan migas,
jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambang selain migas, jasa penunjang
di bidang penerbang dan Bandar udara, jasa penebangan hutan, jasa pengelolaan
limbah, jasa penyedia tenaga kerja, jasa perantara, jasa perantara, jasa di
bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa
Efek, KSEI dan KPEI, jasa kostudian/penyimpanan/ penitipan. Kecuali yang
dilakukan KSEI, jasa pengisian suara, jasa mixing film, jasa sehubungan dengan
software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
d) 15% x 30% dari jumlah bruto imbalan jasa
instalasi / pemasangan :
1. Jasa instalasi/pemasangan mesin,
2. jasa instalasi / pemasangan peralatan
listrik / telepon/air/ gas/ AC/TV kabel
Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai
pengusaha konstruksi;
e) 15% x 30% dari jumlah bruto imbalan jasa
perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan :
1. Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin,listrik
/telepon /air / gas / AC / TV kabel;
2. Jasa perawatan / pemeliharaan /
perbaikan peralatan;
3. Jasa perawatan / pemeliharaan /
perbaikan bangunan;
Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkup pekerjaanya di bidnag konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai
pengusaha konstruksi.
f) 15 % x 13 1/3 % dari jumlah bruto (yang
dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang)
imbalan jasa pelaksanaan konstruksi termasuk jasa perawatan/ pemeliharaan/
perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/
telepon/air/gas/AC/TV kabel yang dilakukan Wajib Pajak pengusaha Konstruksi
yang mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
g) 5 % x 20 % dari jumlah bruto imbalan
jasa maklon, jasa penyelidikan dan keamanan, jasa penyelenggaraan
kegiatan/event organizer, jasa pengepakan.
h) 15 % x 20 % dari jumlah bruto imbalan
jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi
i) 5 % x 10 % dari jumlah bruto imbalan
jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan /cleaning service.
j) 15 % x 10 % dari jumlah bruto (yang
dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang)
imbalan Jasa katering
Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah Bruto
tidak termasuk PPN.
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
- Penghasilan yang dibayar atau
terutang kepada bank;
- Sewa yang
dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
- Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
- dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan;
- bagi
perseroan terbatas, BUMN/D, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut;
- Bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;
- Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma
dan kongsi;
- SHU
koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
- Bunga
simpanan anggota koperasi yang tidak melebihi jumlah Rp.240.000.00 setiap
bulan.
Saat Terutang,
Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
- PPh Pasal 23 terutang pada
akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
- PPh Pasal 23 disetor oleh
Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutang pajak.
- SPT Masa disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti
Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah
dipotong PPh Pasal 23.
sumber : http://sri-pajakpenghasilan.blogspot.com/2011/05/pajak-penhghasilan-pasal-212223242526.html
sumber : http://sri-pajakpenghasilan.blogspot.com/2011/05/pajak-penhghasilan-pasal-212223242526.html
0 komentar:
Posting Komentar